Kamis, 24 Maret 2016

Pembangunan wilayah membutuhkan wiraswasta yang inovatif

BAB I
PENDAHULUAN
1.1       Latar Belakang
            Pengalaman pembangunan wilayah di indonesia selama ini menunjukkan dua kecenderungan yang berbeda. Pertama, sebagian besar wilayah di jawa sudah dapat mengandalkan sektor swasta sebagai motor penggerak ekonomi daerah. Hal ini dimungkinan karena berkembangnya infrastruktur pendukung seperti transportasi, pelabuhan laut dan udara, dan komunikasi lebih siap di jawa daripada wilayah lain di tanah air. Kedua, adalah wilayah yang mengandalkan pemerintah sebagai investor utama. Hal ini terjadi karena sektor swasta belum berkembang sehingga proyek pemerintah memainkan peran penting menggerakan roda perekonomian daerah. Kebanyakan daerah di luar jawa terutama di indonesia timur lebih banyak mengandalkan sektor pemerintah. Sektor swasta jika pun ada hanya memainkan peran yang terbatas. Peran sektor pemerintah yang besar di wilayah wilayah ini bukan tanpa sebab. Salah satu alasan yang paling pokok adalah ketersediaan infrastruktur ekonomi yang masih belum memadai. Dengan dana yang terbatas pemerintah membangun infrastruktur yang terbatas pula. Pembangunan infrastruktur seperti ini tidak mungkin mengandalkan swasta.
Selain itu sektor swasta di luar jawa tidak berkembang karena ketersediaan eterpreneur lokal sangat terbatas. Keterbatasan ini bisa disebabkan oleh kurangnya minat masyarakat lokal terhadap sektor enterpreneur. Masih banyak kelompok masyarakat yang melihat sektor ini secara sosial rendah statusnya. Lebih prestigeous menjadi pegawai negeri daripada menjadi wiraswasta. Hal ini masih banyak kita jumpai di indonesia timur. Banyak keluarga masih bercita-cita agar anaknya kelak menjadi pegawai negeri karena selain kekuasaan, secara finansial mereka yang bekerja di sektor pemerintah merasa lebih aman.
Oleh karena itu pentingnya memahami bagaimana pembangun wilayah membutuhkan wirasawsta dan inovatpif. Sehingga pembahasan ini mengambil judul. “PEMBANGUNAN WILAYAH MEMBUTUHKAN WIRASWASTA YANG INOVATIF”
1.2       Rumusan Masalah
1.     Apakah perbedaan Invensi dan Inovasi?
2.     Mengapa Wiraswasta Senantiasa Berada di Pusat-pusat Pembangunan?
3.     Bagaimana Jumlah dan Mutu Wiraswasta?
1.3       Tujuan
Berdasarkan permasalahan yang ada, maka tujuan dari pembahasan ini adalah:
1.     Untuk mengetahui Perbedaan Invensi dan Inovasi.
2.     Untuk mengetahui Wiraswasta Senantiasa Berada di Pusat-pusat Pembangunan.
3.     Untuk mengetahui Jumlah dan Mutu Wiraswasta.
















BAB II
KAJIAN TEORI

2.1       Perbedaan Invensi dan Inovasi
Perbedaan pengertian antara “invensi” dan “inovasi” dalam hubungannya dengan proses pembangunan yang senantiasa berkembang terus. Invensi berarti penemuan tertentu, seluruhnya atau terutama adalah jasa dari seorang individu yang memiliki ilham atau daya cipta yang luar biasa, seperti Edison menemukan listrik, mesin uap oleh James Watt, telepon oleh Marconi, balon udara oleh Zeppelin, kereta api oleh Trevithick, otomobil oleh Gottfried Daimler, kapal terbang oleh Wilburg Wright dan Orville Wright dan masih banyak lagi yang lainnya untuk disebutkan satu persatu.  Bila invensi-invensi industri tidak digunakan secara komersil, maka invensi-invensi itupun tidak mempunyai arti ekonomi. Yang penting bukanlah penemuan teknologi baru berdasarkan ilmu pengetahuan semata-mata, akan tetapi yang lebih penting adalah penggunaan kemajuan-kemajuan teknologi itu bagi pembangunan. Invensi itu sendiri hanyalah merupakan suatu kenyataan ilmu belaka, sedangkan inovasi itu adalah kenyataan ekonomi.
            Fungsi wiraswasta atau wirausaha adalah berbeda dengan tugas manajer, karena manajer hanyalah sebagai pemimpin kegiatan produksi yang menggunakan teknik-teknik yang ada, sedangkan wiraswasta itu selalu memiliki dorongan atau motivasi untuk mengadakan kombinasi baru dalam kegiatan produksi yang dipimpinnya. Kedudukan wiraswasta juga tidak dapat disamakan dengan kapitalis, karena kapitalis itu adalah pemilik modal yang tugasnya adalah menyediakan dana yang diperlukan untuk pembangunan, sedangkan wiraswasta itu adalah orang yang memimpin penggunaan dana tersebut. Yang lebih penting bukanlah pemilikan modal dalam jumlah cukup besar (ownership), akan tetapi harus diusahakan adalah terciptanya kondisi dimana terdapat kepemimpinan yang berorientasi kepada pembaharuan (leadership).
            Dinamis yang dikaitkan dengan proses pembangunan ekonomi yang senantiasa meningkat dan berkembang terus. Dinamis harus pula dihubungkan dengan sifat dan jiwa kepemimpinan wiraswasta pembangunan yang senantiasa berambisi untuk maju, menciptakan sesuatu yang baru dan mendobrak segala hambatan tradisional. Jadi wiraswasta itu selalu berorientasi ke depan dan berusaha menerapkan teori ke dalam praktek yang bermanfaat terhadap pembangunan.
H. Rahardjo Adisasmita, 2005. Dasar-dasar ekonomi wilayah. Graha ilmu: Yogyakarta.
2.1.1    Efiseiensi Inovasi
Pada umumnya motif yang ada dalam masyarakat diberbagai negara tidak akan menghasilkan inovasi kecuali apabila orang-orang atau golongan orang itu yakin bahwa keuntungan yang akan diperolah lebih besar atau cukup untuk menutup biayanya.Halangan dalam menggunakan penemuan baru dapat digolongkan dalam 3 faktor
1.     Faktor ekonomis
2.     Faktor sosial budaya
3.     Adanya tekanan dari beberapa orang yang berkuasa
Ekonomi adalah hanya sekedar bagian dari keadaan dalam suatu negara dan perkembanganya ekonomi membutuhkan perbaikan-perbaikan atau perubahan-perubahan faktor-faktor produksi yang saling berhubungan.jadi mengenalkan suatu tehnik produksi baru atau baranf baru akan sia-sia apabila tidak disertai dengan perubahan faktor lain yang erat hubunganya
Beberapa prinsip yang harus diperhatikan supaya inovasi berhasil dinegara-negara sedang berkembang :
  1. Terlebih dahulu mendapatkan pengertian yang mendalam tentang sistem kebudayaan dimana perubahan akan terjadi dan kemungkinan-kemungkinan atau konsekuensi-konsekuensinya, baik fisik maupun sosial dari uinovasi yang diharapkan itu.
  2. Perkenalan inoivasi itu sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan bukan kebutuhan orang diluar masyarakat yang bersangkutan
  3. Teknik yang baru hendaknya cocok dengan prinsip-prinsip kemasyarakatan yang ada.
  4. Penyesuaian dengan keadaan disitu harus dengan perlahan-lahan atau gradual
  5. Perlu untukmemelihara/melindungi saluran-saluran untuk kemajuan dan kepuasan dalam harapan-harapan.
Teknologi dan fungsi wiraswasta (makalah ekonomi pembangunan)_ Kurniawan Budi Raharjo.html
2.2       Wiraswasta Senantiasa Berada di Pusat-pusat Pembangunan
            Proses kemajuan ekonomi dilihat dari pandangan teori pertumbuhan akan menempatkan unsur-unsur wilayah yang merupakan unsur sub nasional itu menjadi penting dan menarik dalam perencanaan pembangunan. Sehingga regions atau wilayah itu mempunyai peranan yang semakin jelas. Kita tidak dapat menetapkan secara tepat “apa” sebenarnya yang akan kita produksi tanpa menetapkan pula “dimana” kegiatan produksi tersebut akan dialksanakan. Dan dalam proses menetapkan dimana dilakukan kegiatan ekonomi, kita harus membuat perkiraan mengenai pengaruh dari pembangunan yang akan kita laksanakan itu pada beberapa lokasi. Jadi persoalan “apa” itu akan dipengaruhi oleh persoalan “dimana”. Kita tidak dapat menetapkan berapa besar anggaran pembangunan untuk sektor transportasi tanpa mengetahui distribusi penduduk dan produksi secara regional. Oleh karena itu masalah wilayah (region) dan tata ruang (space) telah muncul sebagai dimensi yang sangat penting baik dalam teori maupun dalam praktek pembangunan.
            Didasari bahwa pembangunan tidak dapat dilancarkan atau dilaksanakan secara serentak dan serempak ke seluruh pelosok tanah air, secara menyeluruh secara sektoral dan regional. Dalam kenyataannya pembangunan lebih diutamakan melalui pusat pembangunan seperti dikemukakan oleh growth pole theory (pole de croisance)atau teori pusat pertumbuhan yang dicetuskan pertama kalinya oleh Francois Perroux, seorang ahli ekonomi berkebangsaan perancis. Growth pole atau disebut pula growing points timbul sebagai kenyataan yang wajar dalam proses pembangunan, dimana terdapat adanya ketidakserasian dalam pertumbuhan baik secara interregional maupun secara internsional.
            Wiraswasta sebagai seorang ahli dalam suatu bidang (captain of infustry), wiraswasta sebagai pelaku bisnis (businessmen), wiraswasta sebagai orang yang memiliki uang dan sebagai manajer sangat dibutuhkan peranannya sebagai pelopor pembangunan, sebagai pelopor pertumbuhan ekonomi yang pesat. Kenyataan menunjukkan bahwa diantara faktor-faktor produksi terpenting yang berhubungan dengan kemajuan dan pertumbuhan ekonomi adalah modal dan organisasi usahawan. Faktor manusia sebagai wiraswasta atau wirausaha sangat menonjol, sehingga dapat dinyatakan bahwa kewiraswastaan atau kewirausahaan merupakan profesi yang khas. Kewirausahaan mengandung interaksi antara keahlian dengan bakat sebagai pelopor pembangunan dan pembaharuan masyarakat
            Pada umumnya wiraswasta senantiasa berada di jajaran garis depan atau di pusat-pusat pembangunan (growth points) karena merekan memiliki kemampuan dan kemungkinan penerapan penemuan baru untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Mereka juga pandai memanfaatkan kesempatan yang ada dengan sebaik-baiknya sehingga usaha dan kegiatan pembangunan dapat dikembangkan dan dilancarkan ke berbagai wilayah terutama kota besar.
H. Rahardjo Adisasmita, 2005. Dasar-dasar ekonomi wilayah. Graha ilmu: Yogyakarta.
2.2.1    Fungsi Wiraswasta
Perkembangan ekonomi merupakan hasil penerapan teknologi, maka haruslah ada seseorang atau sekelompok orang yang berbuat untuk menerapkan kombinasi-kombinasi baru sumber-sumber produksi untuk kegiatan-kegiatan produktif. Perbuatan ini menunjukkan suatu inovasi yang disebut entrepreneurial function ( sebagai fungsi wiraswasta ). Fungsi wiraswasta dalam arti luas harus dapat diartikan dalam segala keadaan, dapat dalam keadaan masyarakat kapitalis, sosialis atau pun pembangunan ekonomi pada umumnya.
Sedangkan fungsi wiraswasta dalam arti sempit hanya terbatas dalam inovasi. Misalnnya: mengkombinasikan faktor-faktor produksi baru. Inovasi dalam tata laksana kantor atau personal juga diperlukan untuk menanggapi penggunaan  teknik tersebut, yaitu dengan menemukan perlunya suatu disiplin tertentu. Juga inovasi dalam perencanaan produksi untuk penggunaan alternative dari tenaga kerja dan capital menggunakan alternative tenaga kerja dan capital seandainya impor barang-barang impor setengah jadi itu terganggu. Hasil yang kumulatif dalam perekonomian dari inovasi yang kecil-kecil ini akan menaikkan produktivitas dan bersama-sama penyebaranya menghadapi masalah ketidaksempurnaan pasar tidak dapat dilupakan dalam menilai atau menimbang fungsi wiraswasta tersebut.
Teknologi dan fungsi wiraswasta (makalah ekonomi pembangunan)_ Kurniawan Budi Raharjo.htm
2.2.2    Peran Enterpreneurship dalam Pembangunan Daerah
Ada satu istilah yang sering dipakai adalah daya saing suatu wilayah. Daya saing yang dimaksud adalah kemampuan suatu wilayah mendominasi pasar wilayah lain. Permintaan produk wilayah tersebut lebih tinggi dibanding permintaan produk lokal terhadap produk dari luar daerah. Dengan demikian yang terjadi adalah surplus perdagangan antar wilayah. Sering dilupakan adalah bahwa produk unggul tidak lepas dari peran enterpreneur.
Peran entrepreneur dalam pembangunan suatu wilayah sebenarnya sudah disadari sejak lama. Schumpeter adalah ahli pembangunan yang memberi perhatian khusus terhadap kegiatan para enterpreneur dalam pembangunan ekonomi suatu wilayah.
Para entrepreneur adalah agen yang mendorong pertumbuhan ekonomi suatu wilayah melalui penemuan dan kombinasi baru. Wilayah yang mampu mendorong penemuan baru, teknologi baru, bentuk organisasi baru, pasar baru, dan bahan baku baru akan lebih maju secara ekonomi di banding wilayah yang tidak memenuhi kriteria di atas (high 2004). Dengan demikian peran para entrepreneur dalam pembangunan tidak dapat diabaikan. Banyak negara eropa mengalami pertumbuhan yang pesat, terutama setelah abad ke 18, karena mempunyai kelas entrepreneur yang kuat.
Seperti diungkapkan di atas daya saing suatu daerah sangat tergantung pada kekuatan enterpreneur. Daerah yang mempunyai enterpreneur yang kuat kemungkinan besar akan lebih cepat maju dibanding daerah yang mengalami krisis enterpreneur. Transformasi ekonomi suatu wilayah terjadi jika sektor swasta kuat. Selama ini banyak daerah ingin terjadinya transformasi ekonomi dari sektorpertanian ke sektor industri namun mereka lupa mengidentifikasi enterpreneur sebagai motor penggerak transformasi.
Kekuatan seorang enterpreneur adalah kreatifitas. Mereka selalu punya imajinasi dan menciptakan kesempatan atau memecahkan masalah dengan cara baru, atau seseorang yang menciptakan nice market atau membangun strategi memenuhi kebutuhan pasar (garfield, 1986). Di sini para entrepreneur tidak hanya berhenti sekedar mengidentifikasi pasar, tapi harus mencipta. Dengan demikian enterpreneur adalah sumber perubahan ekonomi dan sumber dinamika dalam masyarakat.
Melalui penemuan baru seorang entrepreneur menikmati monopoli untuk sementara waktu. Situasi monopoli inilah yang akan memberi kesempatan entrepreneur menikmati keuntungan yang nantinya dipakai untuk melakukan inovasi. Inovasi ini pada akhirnya menyumbang terhadap pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Menurut schumpeter, jika suatu wilayah mempunyai kelas entrepreneur yang kuat, wilayah tersebut dapat berperan sebagai pemimpin terhadap wilayah lain dari sisi ekonomi. Namun perlu diingat keunggulan sebagai pemimpin hanya bersifat sementara karena para pesaing akan masuk dengan produk yang sama dan membuat inovasi yang lain.
Kizner melihat para enterpreneur mempunyai peran penting menjadi kekuatan pengimbang dengan memperbaiki pasar agar tetap seimbang (equilibrium) melalui proses penyesuaian harga. Schumpeter sebaliknya melihat para enterpreneur sebagai kekuatan yang selalu mendistorsi pasar (disequilibrium force) yang mendorong pembangunan. Ini yang oleh schumpeter di sebut sebagai “creative destruction” dimana usaha baru akan menghancurkan usaha yang sudah tua.
Para entrepreneur layaknya orang yang revolusioner dan sekaligus visioner dalam bidang pembangunan ekonomi. Keputusan yang mereka buat tidak hanya didasarkan pada signal pasar semata-mata tapi juga insting untuk melihat trend pasar di masa depan. Para entrepreneur sering digambarkan sebagai seorang yang rasional, utilaterian, atau hedonis yang menghamburkan uang untuk kesenangan.
Tentu gambaran ini tidak selamanya benar, lebih dari itu mereka adalah pemimpin yang berhasil membangun kerajaan bisnis, dan selalu bertekad menang dalam medan perang bisnis (Schumpeter, 1952).
Enterpreneur perlu dibedakan dengan manager. Seorang enterpreneur tidak pernah merasa terganggu ketika menghadapi masalah atau kendala. Bahkan mereka melihat masalah sebagai kesempatan melakukan berbagai perubahan dan bila perlu mengambil keuntungan dari kesempatan tersebut. Dalam kaitan dengan inovasi, peraturan pemerintah bisa merupakan pisau bermata dua. Di satu pihak bisa mendorong inovasi tapi di lain pihak bisa mematikan inovasi.
Dalam kaitan dengan proses inovasi, ada beberapa tahap yang perlu diketahui pengambil kebijakan (mcquaid 2003)
  1. Tahap pertama, munculnya perilaku inovative entrepreneur;
  2. Tahap kedua adalah mengidentifikasi peluang yang ada dan membuat keputusan tenang alokasi sumber sumber yang ada;
  3. Tahap terakhir adalah tahap perusahan berhenti melakukan inovasi sehingga perusahan hanya fokus pada memperbaiki efisiensi dan fokus pada persaingan harga dengan pesaingnya.
Setiap tahap membutuhkan kebijakan pemerintah yang berbeda. Misalnya, pada tahap pertama pemerintah perlu mengembangkan penelitian dasar dan mendorong budaya enterpreneur. Pada tahap kedua, pemerintah harus menjamin akses pada infrastruktur information and communication technology (ICT) atau membantu menciptakan pasar dan kebijakan aras mikro yang lain. Pada tahap terakhir peranan pemerintah adalah menjamin kestabilan lingkungan makro ekonomi dan beroperasinya pasar secara efektif.
Peran wiraswasta dalam pembangunan _ Bang Ali Wear.htm.
2.3       Jumlah dan Mutu Wiraswasta
            Pengalaman menunjukkan bahwa kualitas kewiraswastaan atau kewirausahaan di negara-negara yang sedang membangun itu bukanlah merupakan fungsi dari sumberdaya dan kesempatan pemanfaatan penemuan baru yang dapat dilaksanakan secara mudah dan bersifat dengan sendirinya. Akan tetapi hal itu tergantung pada keadaan seperti warisan masa lalu, nilai-nilai sosial budaya, pengalaman ekonomi, tradisi dan faktor-faktor penentu lainnya, sehingga tingkat melahirkan kewiraswastaan atau kewirausahaan bagi masing-masing wilayah itu tidak selamanya sama, bahkan berbeda satu sama lainnya.
            Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa jumlah dan mutu wiraswasta masih kurang. Oleh karena itu pemerintah sudah seharusnya membantu meningkatkan pendidikan dan pengembangan bakat dan keterampilan kewiraswastaan, terutama di pusat-pusat pengembangan, dengan harapan agar kiranya pembinaan kewiraswastaan yang melahirkan dan membentuk wiraswasta yang unggul, trampil dan tangguh itu dapat menunjang dan membantu mengembangkan pembangunan wilayah ke seluruh pelosok tanah air.
H. Rahardjo Adisasmita, 2005. Dasar-dasar ekonomi wilayah. Graha ilmu: Yogyakarta.
2.3.1    Bagaimana Menambah Jumlah Wiraswasta
Biasanya inovataor itu berasal dari orang yang rendah tingkatannya. Dikarenakan orang yang sudah tinggi tingkatannya, biasanya sudah puas dengan apa yang telah mereka peroleh, sehingga dorongan untuk memperbaiki hidupnya tidak ada. Schumpeter mengatakan bahwa sebenarnya “ inovasi selalu ada bersama-sama dengan timbulnya kehendak untuk naik tingkat ( status ) dari orang-orang yang baru tersebut “.Biasanya orang-orang baru mempunyai kemampuan dan harapan untuk berinovasi tetapi kendalanya dia tidak mempunyai capital, sehingga sumber-sumber capital yang ada dapat mendorong timbulnya wiraswasta.
Tersedianya inovator dapat ditingkatkan melalui bentuk organisasi yang dipakai dalam perusahaan-perusahaan disamping pemerintah membantu menaikkan keterampilan guna diserahi tugas-tugas pimpinan.
Pemerintah dapat memegang peranan langsung maupun tidak langsung dalam memajukan wiraswasta. Land reform misalnya, merupakan dorongan bagi petani untuk bekerja lebih efisen, sebab dengan tanah senpit yang dimilikinya petani akan menggunakan tanah tersebut dengan sebaik-baiknya.
Teknologi dan fungsi wiraswasta (makalah ekonomi pembangunan)) _ Kurniawan Budi Raharjo.htm

BAB III
STUDY KASUS

3.1            Kasus

Menumbuhkan Petani Muda Wirausaha


Menurut Ciputra, suatu bangsa akan maju bila memiliki jumlah entrepreneur (wirausahawan) minimal dua persen dari total jumlah penduduk.  Ciputra mencontohkan Singapura memiliki wirausahawan sekitar 7,2 persen, dan Amerika Serikat memiliki 2,14 persen entrepreneur. Kemajuan ekonomi Cina antara lain ditunjang oleh para wirausahaan yang jumlahnya mencapai 20 persen dari penduduk.[1][1]
Minat masyarakat Indonesia menjadi pengusaha memang masih rendah. Terlihat dari jumlah wirausaha baru yang tumbuh baru sekitar 0,7 persen dari jumlah penduduk yang ada. Masih kalah jauh dibanding negara tetangga, seperti Singapura yang sudah mencapai 7,2 persen, Malaysia 2,1 persen, Thailand 4,1 persen, Korea Selatan 4 persen, dan Amerika Serikat 11,5 persen.
Upaya pemerintah untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi di antaranya dengan meningkatkan jumlah wirausaha baru di dalam negeri. Ditargetkan pada tahun 2015 diharapkan ada tambahan 500.000 wirausaha baru di Indonesia, dan pada tahun 2025 akan ada lima juta wirausaha baru yang kreatif, inovatif, dan berdaya saing global. Untuk itu pemerintah mencanangkan Gerakan Kewirausahaan Nasional (GKN) yang dilakukan langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2 Februari 2011 Jakarta.[2][2]
GKN tentu akan melibatkan seluruh sektor, terutama sektor pertanian yang banyak menyerap tenaga kerja. Menurut data Badan Pusat Statistik,tahun 2010 sektor ini menyerap 40.491.257 (38,35%) tenaga kerja nasional, dan sebanyak 14.081.620 (34,78%) orang merupakan generasi muda pertanian atau tenaga kerja kelompok umur 15-34 tahun. Tenaga kerja pada kelompok umur ini dikategorikan sebagai petani muda yang memiliki kedudukan strategis untuk dikembangkan kapasitasnya, sehingga dapat berfungsi sebagai pengungkit yang menentukan keberhasilan pembangunan pertanian.
Oleh karena itu, untuk menumbuhkan minat berwirausaha, khususnya di kalangan pemuda, perlu dilakukan pembinaan mental wirausaha, membuka kesempatan berwirausaha seluas-luasnya, dan mempermudah akses terhadap permodalan. Untuk mendukung program tersebut diperlukan pelatihan, pembinaan, dan pembimbingan dalam bentuk magang supaya para pemuda calon wirausaha merasakan kemudahan dalam menciptakan dan merintis usaha yang menguntungkan.
Menumbuhkan Petani Muda Wirausaha _ Syamsu Hilal.htm.
3.2       Pembahasan
1.     Keputusan seseorang untuk beriwirausaha ditentukan oleh sikap, norma, dan kontrol. Sikap terhadap perilaku wirausaha mempunyai kontribusi yang paling besar, artinya seseorang dalam mengambil keputusan untuk menjadi wirausaha baru ditentukan oleh keyakinan terhadap konsekuensi-konsekuensi dari hasil-hasil berwirausaha. Mereka baru memutuskan untuk berwirausaha apabila usaha yang akan dilakukannya tersebut diyakini memberikan keuntungan atau bermanfaat khususnya dalam mata pencahariannya.
2.     Aspek norma subyektif juga memberikan kontribusi yang sama besarnya dengan sikap terhadap perilaku. Aspek ini dipengaruhi oleh tokoh-tokoh panutan, seperti orangtua dan teman dekat. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Sarwono (2002), bahwa norma subyektif ditentukan oleh tokoh atau orang lain yang penting (significantother).
3.     Faktor ketiga yang memperngaruhi seseorang untuk berwirausaha adalah kontrol perilaku terhadap kegiatan berwirausaha. Hal ini dapat dipahami mengingat pengalaman seseorang dalam mengakses faktor-faktor yang mendukung terhadap kegiatan berwirausaha masih sedikit.
Ketiga faktor di atas juga mempengaruhi para petani muda untuk melakukan wirausaha di bidang pertanian. Pada kenyataannya para petani muda menghadapi beberapa permasalahan untuk melangkahkan kaki menjadi wirausaha baru, yaitu:
1.        Para petani pada umumnya lebih fokus pada usaha di sektor on farm (budidaya), tapi lemah di sektor off farm (pemasaran dan pengolahan hasil pertanian).
2.        Para petani muda di perdesaan belum banyak mendapatkan pelatihan kewirausahaan yang memadai agar mereka menjadi petani muda wirausaha.
3.        Belum ada pedoman atau panduan yang secara khusus dapat dijadikan acuan untuk menumbuhkan para petani muda menjadi petani muda wirausaha.
Penumbuhan dan pembinaan wirausaha di bidang pertanian, khususnya mencetak petani muda wirausaha harus mampu menjawab sebagian besar permasalahan di atas. Dengan adanya program penumbuhan dan pembinaan petani muda wirausaha diharapkan akan tercapai beberapa tujuan, di antaranya;
1.     Meningkatnya kedudukan dan peran petani muda wirausaha dalam pembangunan pertanian;
2.     Terintegrasikan dan tersinergikannya program pengembangan petani muda wirausaha kedalam program pembangunan pertanian;
3.     Terwujudnya petani muda yang mengenal dunia pertanian, mencintai, dan berminat berusaha di bidang pertanian yang kreatif, inovatif, berdaya saing, berwawasan global, dan profesional.



Strategi dan program penumbuhan,pengembangan dan pembinaan

Program penumbuhan, pengembangan, dan pembinaan petani muda wirausaha diarahkan untuk meningkatkan potensi dan peran pemuda tani dan petani muda wirausaha dalam pembangunan pertanian sehingga menjadi petani pengusaha yang profesional. Beberapa strategi yang dapat ditempuh antara lain;
1.     Mengenalkan dunia pertanian untuk menghasilkan petani muda yang cinta pertanian dan berminat untuk berusaha di bidang pertanian;
2.     Mengembangkan kompetensi untuk mengoptimalkan potensi petani muda wirausaha dalam pembangunan pertanian;
3.     Meningkatkan akselerasi petani muda wirausaha untuk mengoptimalkan potensi sumberdaya yang dimiliki;
4.     Memberdayakan petani muda wirausaha untuk mengoptimalkan usaha agribisnis yang dikelola; dan
5.     Mengintegrasikan dan mensinergikan program pengembangan petani muda wirausaha dalam pembangunan pertanian.
Program pemberdayaan petani muda wirausaha dilaksanakan melalui kegiatan penguatan kelembagaan, peningkatan nilai tambah dan daya saing produk, dan peningkatan aksesibilitas sumber permodalan dan pasar. Untuk itu diperlukan koordinasi, sosialiasi, dan advokasi program di antara para pemangku kepentingan. Program penumbuhan dan pembinaan petani muda wirausaha difokuskan untuk meningkatkan kompetensi teknis pertanian, akselerasi, pemberdayaan, integrasi, dan sinergi.
Program Penumbuhan, Pengembangan, dan Pembinaan Petani Muda Wirausaha.
No.
Program
Kegiatan
1
Penumbuhkembangan jiwa kewirausahaan
Diklat teknis kewirausahaan agribisnis, studi banding
2
Penguatan kelembagaan dan peningkatan manajemen dan kepemimpinan
Diklat kepemimpinan dan manajemen
3
Pengembangan kemitraan dan peningkatan nilai tambah dan daya saing produk pertanian
Temu usaha dan agri ekspo
4
Peningkatan aksesibilitas sumber teknologi
Gelar inovasi teknologi dan temu teknologi
5
Peningkatan aksesibilitas sumber permodalan dan pasar
Temu usaha dan pendampingan
6
Peningkatan koordinasi program pengembangan petani muda wirausaha
Pertemuan berkala, pertemuan nasional
7
Sosialisasi program pengembangan petani muda wirausaha
Media cetak dan elektronik
8
Advokasi program pengembangan petani muda wirausaha
Pendampingan

Keterampilan petani muda harus ditingkatkan dari sekedar penguasaan di bidang budidaya  menjadi penguasaan di bidang pengolahan dan pemasaran hasil pertanian.
Untuk itu diperlukan program penumbuhan, pengembangan, dan pembinaan petani muda wirausaha dilaksanakan melalui kegiatan penguatan kelembagaan, peningkatan nilai tambah dan daya saing produk, dan peningkatan aksesibilitas sumber permodalan dan pasar.






BAB IV
KESIMPULAN

Perbedaan pengertian antara invensi dan inovasi dalam hubungannya dengan proses pembangunan yang senantiasa berkembang terus. Invensi berarti penemuan tertentu, seluruhnya atau terutama adalah jasa. Fungsi wiraswasta atau wirausaha adalah berbeda dengan tugas manajer, karena manajer hanyalah sebagai pemimpin kegiatan produksi yang menggunakan teknik-teknik yang ada, sedangkan wiraswasta itu selalu memiliki dorongan atau motivasi untuk mengadakan kombinasi baru dalam kegiatan produksi yang dipimpinnya. Kedudukan wiraswasta juga tidak dapat disamakan dengan kapitalis, karena kapitalis itu adalah pemilik modal yang tugasnya adalah menyediakan dana yang diperlukan untuk pembangunan, sedangkan wiraswasta itu adalah orang yang memimpin penggunaan dana tersebut
Pada umumnya wiraswasta senantiasa berada di jajaran garis depan atau di pusat-pusat pembangunan (growth points) karena merekan memiliki kemampuan dan kemungkinan penerapan penemuan baru untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Mereka juga pandai memanfaatkan kesempatan yang ada dengan sebaik-baiknya sehingga usaha dan kegiatan pembangunan dapat dikembangkan dan dilancarkan ke berbagai wilayah terutama kota besar.
Pemerintah dapat memegang peranan langsung maupun tidak langsung dalam memajukan wiraswasta. Land reform misalnya, merupakan dorongan bagi petani untuk bekerja lebih efisen, sebab dengan tanah senpit yang dimilikinya petani akan menggunakan tanah tersebut dengan sebaik-baiknya.




DAFTAR PUSTAKA
H. Rahardjo Adisasmita, 2005. Dasar-dasar ekonomi wilayah. Graha ilmu: Yogyakarta.
Menumbuhkan Petani Muda Wirausaha _ Syamsu Hilal.htm.
Peran wiraswasta dalam pembangunan _ Bang Ali Wear.htm.
Teknologi dan fungsi wiraswasta (makalah ekonomi pembangunan)) _ Kurniawan
Budi Raharjo.htm.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar