BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengalaman
pembangunan wilayah di indonesia selama ini menunjukkan dua kecenderungan yang
berbeda. Pertama, sebagian besar wilayah di jawa sudah dapat mengandalkan
sektor swasta sebagai motor penggerak ekonomi daerah. Hal ini dimungkinan
karena berkembangnya infrastruktur pendukung seperti transportasi, pelabuhan
laut dan udara, dan komunikasi lebih siap di jawa daripada wilayah lain di
tanah air. Kedua, adalah wilayah yang mengandalkan pemerintah sebagai investor
utama. Hal ini terjadi karena sektor swasta belum berkembang sehingga proyek
pemerintah memainkan peran penting menggerakan roda perekonomian daerah.
Kebanyakan daerah di luar jawa terutama di indonesia timur lebih banyak
mengandalkan sektor pemerintah. Sektor swasta jika pun ada hanya memainkan
peran yang terbatas. Peran sektor pemerintah yang besar di wilayah wilayah ini
bukan tanpa sebab. Salah satu alasan yang paling pokok adalah ketersediaan
infrastruktur ekonomi yang masih belum memadai. Dengan dana yang terbatas
pemerintah membangun infrastruktur yang terbatas pula. Pembangunan
infrastruktur seperti ini tidak mungkin mengandalkan swasta.
Selain itu sektor swasta di luar
jawa tidak berkembang karena ketersediaan eterpreneur lokal sangat terbatas. Keterbatasan
ini bisa disebabkan oleh kurangnya minat masyarakat lokal terhadap sektor enterpreneur.
Masih banyak kelompok masyarakat yang melihat sektor ini secara sosial rendah
statusnya. Lebih prestigeous menjadi pegawai negeri daripada menjadi
wiraswasta. Hal ini masih banyak kita jumpai di indonesia timur. Banyak
keluarga masih bercita-cita agar anaknya kelak menjadi pegawai negeri karena
selain kekuasaan, secara finansial mereka yang bekerja di sektor pemerintah
merasa lebih aman.
Oleh karena itu pentingnya memahami
bagaimana pembangun wilayah membutuhkan wirasawsta dan inovatpif. Sehingga
pembahasan ini mengambil judul. “PEMBANGUNAN
WILAYAH MEMBUTUHKAN WIRASWASTA YANG INOVATIF”
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apakah perbedaan Invensi dan Inovasi?
2.
Mengapa Wiraswasta Senantiasa Berada di Pusat-pusat Pembangunan?
3.
Bagaimana Jumlah dan Mutu Wiraswasta?
1.3 Tujuan
Berdasarkan permasalahan yang ada, maka
tujuan dari pembahasan ini adalah:
1.
Untuk mengetahui Perbedaan Invensi dan Inovasi.
2.
Untuk mengetahui Wiraswasta Senantiasa Berada di Pusat-pusat
Pembangunan.
3.
Untuk mengetahui Jumlah dan Mutu Wiraswasta.
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Perbedaan Invensi dan Inovasi
Perbedaan pengertian
antara “invensi” dan “inovasi” dalam hubungannya dengan proses pembangunan yang
senantiasa berkembang terus. Invensi berarti penemuan tertentu, seluruhnya atau
terutama adalah jasa dari seorang individu yang memiliki ilham atau daya cipta
yang luar biasa, seperti Edison menemukan listrik, mesin uap oleh James Watt, telepon
oleh Marconi, balon udara oleh Zeppelin, kereta api oleh Trevithick, otomobil
oleh Gottfried Daimler, kapal terbang oleh Wilburg Wright dan Orville Wright
dan masih banyak lagi yang lainnya untuk disebutkan satu persatu. Bila invensi-invensi industri tidak digunakan
secara komersil, maka invensi-invensi itupun tidak mempunyai arti ekonomi. Yang
penting bukanlah penemuan teknologi baru berdasarkan ilmu pengetahuan
semata-mata, akan tetapi yang lebih penting adalah penggunaan kemajuan-kemajuan
teknologi itu bagi pembangunan. Invensi itu sendiri hanyalah merupakan suatu
kenyataan ilmu belaka, sedangkan inovasi itu adalah kenyataan ekonomi.
Fungsi
wiraswasta atau wirausaha adalah berbeda dengan tugas manajer, karena manajer
hanyalah sebagai pemimpin kegiatan produksi yang menggunakan teknik-teknik yang
ada, sedangkan wiraswasta itu selalu memiliki dorongan atau motivasi untuk
mengadakan kombinasi baru dalam kegiatan produksi yang dipimpinnya. Kedudukan
wiraswasta juga tidak dapat disamakan dengan kapitalis, karena kapitalis itu
adalah pemilik modal yang tugasnya adalah menyediakan dana yang diperlukan
untuk pembangunan, sedangkan wiraswasta itu adalah orang yang memimpin
penggunaan dana tersebut. Yang lebih penting bukanlah pemilikan modal dalam
jumlah cukup besar (ownership), akan tetapi harus diusahakan adalah terciptanya
kondisi dimana terdapat kepemimpinan yang berorientasi kepada pembaharuan
(leadership).
Dinamis
yang dikaitkan dengan proses pembangunan ekonomi yang senantiasa meningkat dan
berkembang terus. Dinamis harus pula dihubungkan dengan sifat dan jiwa
kepemimpinan wiraswasta pembangunan yang senantiasa berambisi untuk maju, menciptakan
sesuatu yang baru dan mendobrak segala hambatan tradisional. Jadi wiraswasta
itu selalu berorientasi ke depan dan berusaha menerapkan teori ke dalam praktek
yang bermanfaat terhadap pembangunan.
H.
Rahardjo Adisasmita, 2005. Dasar-dasar
ekonomi wilayah. Graha ilmu: Yogyakarta.
2.1.1 Efiseiensi Inovasi
Pada umumnya motif yang ada dalam
masyarakat diberbagai negara tidak akan menghasilkan inovasi kecuali apabila
orang-orang atau golongan orang itu yakin bahwa keuntungan yang akan diperolah
lebih besar atau cukup untuk menutup biayanya.Halangan dalam menggunakan
penemuan baru dapat digolongkan dalam 3 faktor
1. Faktor ekonomis
2. Faktor sosial budaya
3. Adanya tekanan dari beberapa orang
yang berkuasa
Ekonomi
adalah hanya sekedar bagian dari keadaan dalam suatu negara dan perkembanganya
ekonomi membutuhkan perbaikan-perbaikan atau perubahan-perubahan faktor-faktor
produksi yang saling berhubungan.jadi mengenalkan suatu tehnik produksi baru
atau baranf baru akan sia-sia apabila tidak disertai dengan perubahan faktor
lain yang erat hubunganya
Beberapa
prinsip yang harus diperhatikan supaya inovasi berhasil dinegara-negara sedang
berkembang :
- Terlebih dahulu mendapatkan pengertian yang mendalam
tentang sistem kebudayaan dimana perubahan akan terjadi dan kemungkinan-kemungkinan
atau konsekuensi-konsekuensinya, baik fisik maupun sosial dari uinovasi
yang diharapkan itu.
- Perkenalan inoivasi itu sesuai dengan kebutuhan
masyarakat dan bukan kebutuhan orang diluar masyarakat yang bersangkutan
- Teknik yang baru hendaknya cocok dengan prinsip-prinsip
kemasyarakatan yang ada.
- Penyesuaian dengan keadaan disitu harus dengan
perlahan-lahan atau gradual
- Perlu untukmemelihara/melindungi saluran-saluran untuk
kemajuan dan kepuasan dalam harapan-harapan.
Teknologi dan fungsi wiraswasta (makalah
ekonomi pembangunan)_ Kurniawan Budi Raharjo.html
2.2 Wiraswasta
Senantiasa Berada di Pusat-pusat Pembangunan
Proses
kemajuan ekonomi dilihat dari pandangan teori pertumbuhan akan menempatkan
unsur-unsur wilayah yang merupakan unsur sub nasional itu menjadi penting dan
menarik dalam perencanaan pembangunan. Sehingga regions atau wilayah itu
mempunyai peranan yang semakin jelas. Kita tidak dapat menetapkan secara tepat
“apa” sebenarnya yang akan kita produksi tanpa menetapkan pula “dimana” kegiatan
produksi tersebut akan dialksanakan. Dan dalam proses menetapkan dimana
dilakukan kegiatan ekonomi, kita harus membuat perkiraan mengenai pengaruh dari
pembangunan yang akan kita laksanakan itu pada beberapa lokasi. Jadi persoalan
“apa” itu akan dipengaruhi oleh persoalan “dimana”. Kita tidak dapat menetapkan
berapa besar anggaran pembangunan untuk sektor transportasi tanpa mengetahui
distribusi penduduk dan produksi secara regional. Oleh karena itu masalah
wilayah (region) dan tata ruang (space) telah muncul sebagai dimensi yang
sangat penting baik dalam teori maupun dalam praktek pembangunan.
Didasari
bahwa pembangunan tidak dapat dilancarkan atau dilaksanakan secara serentak dan
serempak ke seluruh pelosok tanah air, secara menyeluruh secara sektoral dan
regional. Dalam kenyataannya pembangunan lebih diutamakan melalui pusat
pembangunan seperti dikemukakan oleh growth pole theory (pole de croisance)atau
teori pusat pertumbuhan yang dicetuskan pertama kalinya oleh Francois Perroux,
seorang ahli ekonomi berkebangsaan perancis. Growth pole atau disebut pula
growing points timbul sebagai kenyataan yang wajar dalam proses pembangunan,
dimana terdapat adanya ketidakserasian dalam pertumbuhan baik secara
interregional maupun secara internsional.
Wiraswasta
sebagai seorang ahli dalam suatu bidang (captain of infustry), wiraswasta
sebagai pelaku bisnis (businessmen), wiraswasta sebagai orang yang memiliki
uang dan sebagai manajer sangat dibutuhkan peranannya sebagai pelopor
pembangunan, sebagai pelopor pertumbuhan ekonomi yang pesat. Kenyataan
menunjukkan bahwa diantara faktor-faktor produksi terpenting yang berhubungan
dengan kemajuan dan pertumbuhan ekonomi adalah modal dan organisasi usahawan.
Faktor manusia sebagai wiraswasta atau wirausaha sangat menonjol, sehingga
dapat dinyatakan bahwa kewiraswastaan atau kewirausahaan merupakan profesi yang
khas. Kewirausahaan mengandung interaksi antara keahlian dengan bakat sebagai
pelopor pembangunan dan pembaharuan masyarakat
Pada
umumnya wiraswasta senantiasa berada di jajaran garis depan atau di pusat-pusat
pembangunan (growth points) karena merekan memiliki kemampuan dan kemungkinan
penerapan penemuan baru untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Mereka juga pandai
memanfaatkan kesempatan yang ada dengan sebaik-baiknya sehingga usaha dan
kegiatan pembangunan dapat dikembangkan dan dilancarkan ke berbagai wilayah
terutama kota besar.
H.
Rahardjo Adisasmita, 2005. Dasar-dasar
ekonomi wilayah. Graha ilmu: Yogyakarta.
2.2.1 Fungsi Wiraswasta
Perkembangan ekonomi merupakan hasil penerapan teknologi,
maka haruslah ada seseorang atau sekelompok orang yang berbuat untuk menerapkan kombinasi-kombinasi baru sumber-sumber produksi untuk kegiatan-kegiatan produktif. Perbuatan ini menunjukkan suatu inovasi yang disebut
entrepreneurial function ( sebagai fungsi wiraswasta ). Fungsi wiraswasta dalam arti luas harus dapat diartikan dalam segala keadaan, dapat dalam keadaan masyarakat kapitalis,
sosialis atau pun pembangunan ekonomi pada umumnya.
Sedangkan fungsi wiraswasta dalam arti sempit hanya terbatas dalam inovasi. Misalnnya:
mengkombinasikan faktor-faktor produksi baru. Inovasi dalam tata laksana kantor atau personal juga diperlukan untuk menanggapi penggunaan teknik tersebut, yaitu dengan menemukan perlunya suatu disiplin tertentu. Juga inovasi dalam perencanaan produksi untuk penggunaan
alternative dari tenaga kerja dan capital menggunakan alternative tenaga kerja dan capital
seandainya impor barang-barang impor setengah jadi itu terganggu. Hasil yang kumulatif dalam perekonomian dari inovasi yang
kecil-kecil ini akan menaikkan produktivitas dan bersama-sama penyebaranya menghadapi masalah ketidaksempurnaan pasar tidak dapat dilupakan dalam menilai atau menimbang fungsi wiraswasta tersebut.
Teknologi dan fungsi wiraswasta
(makalah ekonomi pembangunan)_ Kurniawan Budi Raharjo.htm
2.2.2 Peran Enterpreneurship dalam
Pembangunan Daerah
Ada
satu istilah yang sering dipakai adalah daya saing suatu wilayah. Daya saing
yang dimaksud adalah kemampuan suatu wilayah mendominasi pasar wilayah lain.
Permintaan produk wilayah tersebut lebih tinggi dibanding permintaan produk
lokal terhadap produk dari luar daerah. Dengan demikian yang terjadi adalah
surplus perdagangan antar wilayah. Sering dilupakan adalah bahwa produk unggul
tidak lepas dari peran enterpreneur.
Peran
entrepreneur dalam pembangunan suatu wilayah sebenarnya sudah disadari sejak
lama. Schumpeter adalah ahli pembangunan yang memberi perhatian khusus
terhadap kegiatan para enterpreneur dalam pembangunan ekonomi suatu
wilayah.
Para
entrepreneur adalah agen yang mendorong pertumbuhan ekonomi suatu wilayah
melalui penemuan dan kombinasi baru. Wilayah yang mampu mendorong penemuan
baru, teknologi baru, bentuk organisasi baru, pasar baru, dan bahan baku baru
akan lebih maju secara ekonomi di banding wilayah yang tidak memenuhi kriteria
di atas (high 2004). Dengan demikian peran para entrepreneur dalam pembangunan
tidak dapat diabaikan. Banyak negara eropa mengalami pertumbuhan yang pesat,
terutama setelah abad ke 18, karena mempunyai kelas entrepreneur yang kuat.
Seperti
diungkapkan di atas daya saing suatu daerah sangat tergantung pada kekuatan enterpreneur.
Daerah yang mempunyai enterpreneur yang kuat kemungkinan besar akan
lebih cepat maju dibanding daerah yang mengalami krisis enterpreneur.
Transformasi ekonomi suatu wilayah terjadi jika sektor swasta kuat. Selama ini
banyak daerah ingin terjadinya transformasi ekonomi dari sektorpertanian ke
sektor industri namun mereka lupa mengidentifikasi enterpreneur sebagai
motor penggerak transformasi.
Kekuatan
seorang enterpreneur adalah kreatifitas. Mereka selalu punya imajinasi
dan menciptakan kesempatan atau memecahkan masalah dengan cara baru, atau
seseorang yang menciptakan nice market atau membangun strategi memenuhi
kebutuhan pasar (garfield, 1986). Di sini para entrepreneur tidak hanya
berhenti sekedar mengidentifikasi pasar, tapi harus mencipta. Dengan demikian enterpreneur
adalah sumber perubahan ekonomi dan sumber dinamika dalam masyarakat.
Melalui
penemuan baru seorang entrepreneur menikmati monopoli untuk sementara waktu.
Situasi monopoli inilah yang akan memberi kesempatan entrepreneur menikmati
keuntungan yang nantinya dipakai untuk melakukan inovasi. Inovasi ini pada
akhirnya menyumbang terhadap pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Menurut
schumpeter, jika suatu wilayah mempunyai kelas entrepreneur yang kuat, wilayah
tersebut dapat berperan sebagai pemimpin terhadap wilayah lain dari sisi
ekonomi. Namun perlu diingat keunggulan sebagai pemimpin hanya bersifat
sementara karena para pesaing akan masuk dengan produk yang sama dan membuat
inovasi yang lain.
Kizner
melihat para enterpreneur mempunyai peran penting menjadi kekuatan
pengimbang dengan memperbaiki pasar agar tetap seimbang (equilibrium)
melalui proses penyesuaian harga. Schumpeter sebaliknya melihat para enterpreneur
sebagai kekuatan yang selalu mendistorsi pasar (disequilibrium force)
yang mendorong pembangunan. Ini yang oleh schumpeter di sebut sebagai “creative
destruction” dimana usaha baru akan menghancurkan usaha yang sudah tua.
Para
entrepreneur layaknya orang yang revolusioner dan sekaligus visioner dalam
bidang pembangunan ekonomi. Keputusan yang mereka buat tidak hanya didasarkan
pada signal pasar semata-mata tapi juga insting untuk melihat trend pasar di
masa depan. Para entrepreneur sering digambarkan sebagai seorang yang rasional,
utilaterian, atau hedonis yang menghamburkan uang untuk kesenangan.
Tentu
gambaran ini tidak selamanya benar, lebih dari itu mereka adalah pemimpin yang
berhasil membangun kerajaan bisnis, dan selalu bertekad menang dalam medan
perang bisnis (Schumpeter, 1952).
Enterpreneur perlu dibedakan dengan manager. Seorang enterpreneur tidak
pernah merasa terganggu ketika menghadapi masalah atau kendala. Bahkan mereka
melihat masalah sebagai kesempatan melakukan berbagai perubahan dan bila perlu
mengambil keuntungan dari kesempatan tersebut. Dalam kaitan dengan inovasi,
peraturan pemerintah bisa merupakan pisau bermata dua. Di satu pihak bisa
mendorong inovasi tapi di lain pihak bisa mematikan inovasi.
Dalam
kaitan dengan proses inovasi, ada beberapa tahap yang perlu diketahui pengambil
kebijakan (mcquaid 2003)
- Tahap pertama, munculnya perilaku inovative
entrepreneur;
- Tahap kedua adalah mengidentifikasi peluang yang ada
dan membuat keputusan tenang alokasi sumber sumber yang ada;
- Tahap terakhir adalah tahap perusahan berhenti
melakukan inovasi sehingga perusahan hanya fokus pada memperbaiki
efisiensi dan fokus pada persaingan harga dengan pesaingnya.
Setiap
tahap membutuhkan kebijakan pemerintah yang berbeda. Misalnya, pada tahap
pertama pemerintah perlu mengembangkan penelitian dasar dan mendorong budaya enterpreneur.
Pada tahap kedua, pemerintah harus menjamin akses pada infrastruktur
information and communication technology (ICT) atau membantu menciptakan
pasar dan kebijakan aras mikro yang lain. Pada tahap terakhir peranan
pemerintah adalah menjamin kestabilan lingkungan makro ekonomi dan
beroperasinya pasar secara efektif.
Peran wiraswasta dalam pembangunan _
Bang Ali Wear.htm.
2.3 Jumlah
dan Mutu Wiraswasta
Pengalaman
menunjukkan bahwa kualitas kewiraswastaan atau kewirausahaan di negara-negara
yang sedang membangun itu bukanlah merupakan fungsi dari sumberdaya dan
kesempatan pemanfaatan penemuan baru yang dapat dilaksanakan secara mudah dan
bersifat dengan sendirinya. Akan tetapi hal itu tergantung pada keadaan seperti
warisan masa lalu, nilai-nilai sosial budaya, pengalaman ekonomi, tradisi dan
faktor-faktor penentu lainnya, sehingga tingkat melahirkan kewiraswastaan atau
kewirausahaan bagi masing-masing wilayah itu tidak selamanya sama, bahkan
berbeda satu sama lainnya.
Secara
keseluruhan dapat dikatakan bahwa jumlah dan mutu wiraswasta masih kurang. Oleh
karena itu pemerintah sudah seharusnya membantu meningkatkan pendidikan dan
pengembangan bakat dan keterampilan kewiraswastaan, terutama di pusat-pusat
pengembangan, dengan harapan agar kiranya pembinaan kewiraswastaan yang
melahirkan dan membentuk wiraswasta yang unggul, trampil dan tangguh itu dapat
menunjang dan membantu mengembangkan pembangunan wilayah ke seluruh pelosok
tanah air.
H.
Rahardjo Adisasmita, 2005. Dasar-dasar
ekonomi wilayah. Graha ilmu: Yogyakarta.
2.3.1 Bagaimana Menambah Jumlah Wiraswasta
Biasanya
inovataor itu berasal dari orang yang rendah tingkatannya. Dikarenakan orang
yang sudah tinggi tingkatannya, biasanya sudah puas dengan apa yang telah
mereka peroleh, sehingga dorongan untuk memperbaiki hidupnya tidak ada.
Schumpeter mengatakan bahwa sebenarnya “ inovasi selalu ada bersama-sama dengan
timbulnya kehendak untuk naik tingkat ( status ) dari orang-orang yang baru
tersebut “.Biasanya orang-orang baru mempunyai kemampuan dan harapan untuk
berinovasi tetapi kendalanya dia tidak mempunyai capital, sehingga
sumber-sumber capital yang ada dapat mendorong timbulnya wiraswasta.
Tersedianya
inovator dapat ditingkatkan melalui bentuk organisasi yang dipakai dalam
perusahaan-perusahaan disamping pemerintah membantu menaikkan keterampilan guna
diserahi tugas-tugas pimpinan.
Pemerintah
dapat memegang peranan langsung maupun tidak langsung dalam memajukan
wiraswasta. Land reform misalnya, merupakan dorongan bagi petani untuk bekerja
lebih efisen, sebab dengan tanah senpit yang dimilikinya petani akan
menggunakan tanah tersebut dengan sebaik-baiknya.
Teknologi
dan fungsi wiraswasta (makalah ekonomi pembangunan)) _ Kurniawan Budi
Raharjo.htm
BAB III
STUDY KASUS
3.1
Kasus
Menumbuhkan Petani Muda Wirausaha
Menurut Ciputra, suatu bangsa akan maju bila memiliki
jumlah entrepreneur (wirausahawan) minimal dua persen dari total jumlah
penduduk. Ciputra mencontohkan Singapura memiliki wirausahawan sekitar
7,2 persen, dan Amerika Serikat memiliki 2,14 persen entrepreneur. Kemajuan
ekonomi Cina antara lain ditunjang oleh para wirausahaan yang jumlahnya
mencapai 20 persen dari penduduk.[1][1]
Minat masyarakat Indonesia menjadi pengusaha memang
masih rendah. Terlihat dari jumlah wirausaha baru yang tumbuh baru sekitar 0,7
persen dari jumlah penduduk yang ada. Masih kalah jauh dibanding negara
tetangga, seperti Singapura yang sudah mencapai 7,2 persen, Malaysia 2,1
persen, Thailand 4,1 persen, Korea Selatan 4 persen, dan Amerika Serikat 11,5
persen.
Upaya pemerintah untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi
di antaranya dengan meningkatkan jumlah wirausaha baru di dalam negeri.
Ditargetkan pada tahun 2015 diharapkan ada tambahan 500.000 wirausaha baru di
Indonesia, dan pada tahun 2025 akan ada lima juta wirausaha baru yang kreatif,
inovatif, dan berdaya saing global. Untuk itu pemerintah mencanangkan Gerakan
Kewirausahaan Nasional (GKN) yang dilakukan langsung oleh Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono pada 2 Februari 2011 Jakarta.[2][2]
GKN tentu akan melibatkan seluruh sektor, terutama
sektor pertanian yang banyak menyerap tenaga kerja. Menurut data Badan Pusat
Statistik,tahun 2010 sektor ini menyerap 40.491.257 (38,35%) tenaga kerja
nasional, dan sebanyak 14.081.620 (34,78%) orang merupakan generasi muda
pertanian atau tenaga kerja kelompok umur 15-34 tahun. Tenaga kerja pada
kelompok umur ini dikategorikan sebagai petani muda yang memiliki kedudukan
strategis untuk dikembangkan kapasitasnya, sehingga dapat berfungsi sebagai
pengungkit yang menentukan keberhasilan pembangunan pertanian.
Oleh karena itu, untuk menumbuhkan minat berwirausaha,
khususnya di kalangan pemuda, perlu dilakukan pembinaan mental wirausaha,
membuka kesempatan berwirausaha seluas-luasnya, dan mempermudah akses terhadap
permodalan. Untuk mendukung program tersebut diperlukan pelatihan, pembinaan,
dan pembimbingan dalam bentuk magang supaya para pemuda calon wirausaha
merasakan kemudahan dalam menciptakan dan merintis usaha yang menguntungkan.
Menumbuhkan
Petani Muda Wirausaha _ Syamsu Hilal.htm.
3.2 Pembahasan
1.
Keputusan seseorang untuk beriwirausaha ditentukan
oleh sikap, norma, dan kontrol. Sikap terhadap perilaku wirausaha mempunyai
kontribusi yang paling besar, artinya seseorang dalam mengambil keputusan untuk
menjadi wirausaha baru ditentukan oleh keyakinan terhadap
konsekuensi-konsekuensi dari hasil-hasil berwirausaha. Mereka baru memutuskan
untuk berwirausaha apabila usaha yang akan dilakukannya tersebut diyakini
memberikan keuntungan atau bermanfaat khususnya dalam mata pencahariannya.
2.
Aspek norma subyektif juga memberikan kontribusi yang
sama besarnya dengan sikap terhadap perilaku. Aspek ini dipengaruhi oleh
tokoh-tokoh panutan, seperti orangtua dan teman dekat. Hal ini seperti yang
dikatakan oleh Sarwono (2002), bahwa norma subyektif ditentukan oleh tokoh atau
orang lain yang penting (significantother).
3.
Faktor ketiga yang memperngaruhi seseorang untuk
berwirausaha adalah kontrol perilaku terhadap kegiatan berwirausaha. Hal ini
dapat dipahami mengingat pengalaman seseorang dalam mengakses faktor-faktor
yang mendukung terhadap kegiatan berwirausaha masih sedikit.
Ketiga faktor di atas juga mempengaruhi para petani
muda untuk melakukan wirausaha di bidang pertanian. Pada kenyataannya para
petani muda menghadapi beberapa permasalahan untuk melangkahkan kaki menjadi
wirausaha baru, yaitu:
1.
Para petani
pada umumnya lebih fokus pada usaha di sektor on farm (budidaya), tapi
lemah di sektor off farm (pemasaran dan pengolahan hasil pertanian).
2. Para petani
muda di perdesaan belum banyak mendapatkan pelatihan kewirausahaan yang memadai
agar mereka menjadi petani muda wirausaha.
3. Belum ada
pedoman atau panduan yang secara khusus dapat dijadikan acuan untuk menumbuhkan
para petani muda menjadi petani muda wirausaha.
Penumbuhan dan pembinaan wirausaha di bidang
pertanian, khususnya mencetak petani muda wirausaha harus mampu menjawab
sebagian besar permasalahan di atas. Dengan adanya program penumbuhan dan
pembinaan petani muda wirausaha diharapkan akan tercapai beberapa tujuan, di
antaranya;
1.
Meningkatnya
kedudukan dan peran petani muda wirausaha dalam pembangunan pertanian;
2.
Terintegrasikan dan tersinergikannya program
pengembangan petani muda wirausaha kedalam program pembangunan pertanian;
3.
Terwujudnya petani muda yang mengenal dunia pertanian,
mencintai, dan berminat berusaha di bidang pertanian yang kreatif, inovatif,
berdaya saing, berwawasan global, dan profesional.
Strategi dan program penumbuhan,pengembangan dan pembinaan
Program penumbuhan, pengembangan, dan pembinaan petani muda wirausaha
diarahkan untuk meningkatkan potensi dan peran pemuda tani dan petani muda wirausaha
dalam pembangunan pertanian sehingga menjadi petani pengusaha yang profesional.
Beberapa strategi yang dapat ditempuh antara lain;
1.
Mengenalkan dunia
pertanian untuk menghasilkan petani muda yang cinta pertanian dan berminat
untuk berusaha di bidang pertanian;
2.
Mengembangkan
kompetensi untuk mengoptimalkan potensi petani muda wirausaha dalam pembangunan
pertanian;
3.
Meningkatkan akselerasi
petani muda wirausaha untuk mengoptimalkan potensi sumberdaya yang dimiliki;
4.
Memberdayakan petani
muda wirausaha untuk mengoptimalkan usaha agribisnis yang dikelola; dan
5.
Mengintegrasikan dan
mensinergikan program pengembangan petani muda wirausaha dalam pembangunan
pertanian.
Program pemberdayaan
petani muda wirausaha dilaksanakan melalui kegiatan penguatan kelembagaan,
peningkatan nilai tambah dan daya saing produk, dan peningkatan aksesibilitas
sumber permodalan dan pasar. Untuk itu diperlukan koordinasi, sosialiasi, dan
advokasi program di antara para pemangku kepentingan. Program penumbuhan dan
pembinaan petani muda wirausaha difokuskan untuk meningkatkan kompetensi teknis
pertanian, akselerasi, pemberdayaan, integrasi, dan sinergi.
Program Penumbuhan,
Pengembangan, dan Pembinaan Petani Muda Wirausaha.
No.
|
Program
|
Kegiatan
|
1
|
Penumbuhkembangan jiwa kewirausahaan
|
Diklat teknis kewirausahaan agribisnis, studi banding
|
2
|
Penguatan kelembagaan dan peningkatan manajemen dan kepemimpinan
|
Diklat kepemimpinan dan manajemen
|
3
|
Pengembangan kemitraan dan peningkatan nilai tambah dan daya saing produk
pertanian
|
Temu usaha dan agri ekspo
|
4
|
Peningkatan aksesibilitas sumber teknologi
|
Gelar inovasi teknologi dan temu teknologi
|
5
|
Peningkatan aksesibilitas sumber permodalan dan pasar
|
Temu usaha dan pendampingan
|
6
|
Peningkatan koordinasi program pengembangan petani muda wirausaha
|
Pertemuan berkala, pertemuan nasional
|
7
|
Sosialisasi program pengembangan petani muda wirausaha
|
Media cetak dan elektronik
|
8
|
Advokasi program pengembangan petani muda wirausaha
|
Pendampingan
|
Keterampilan petani
muda harus ditingkatkan dari sekedar penguasaan di bidang budidaya menjadi penguasaan di bidang pengolahan dan
pemasaran hasil pertanian.
Untuk itu diperlukan
program penumbuhan, pengembangan, dan pembinaan petani muda wirausaha dilaksanakan
melalui kegiatan penguatan kelembagaan, peningkatan nilai tambah dan daya saing
produk, dan peningkatan aksesibilitas sumber permodalan dan pasar.
BAB IV
KESIMPULAN
Perbedaan
pengertian antara invensi dan inovasi dalam hubungannya dengan proses
pembangunan yang senantiasa berkembang terus. Invensi berarti penemuan
tertentu, seluruhnya atau terutama adalah jasa. Fungsi wiraswasta atau
wirausaha adalah berbeda dengan tugas manajer, karena manajer hanyalah sebagai
pemimpin kegiatan produksi yang menggunakan teknik-teknik yang ada, sedangkan
wiraswasta itu selalu memiliki dorongan atau motivasi untuk mengadakan
kombinasi baru dalam kegiatan produksi yang dipimpinnya. Kedudukan wiraswasta
juga tidak dapat disamakan dengan kapitalis, karena kapitalis itu adalah
pemilik modal yang tugasnya adalah menyediakan dana yang diperlukan untuk
pembangunan, sedangkan wiraswasta itu adalah orang yang memimpin penggunaan
dana tersebut
Pada
umumnya wiraswasta senantiasa berada di jajaran garis depan atau di pusat-pusat
pembangunan (growth points) karena merekan memiliki kemampuan dan kemungkinan
penerapan penemuan baru untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Mereka juga pandai
memanfaatkan kesempatan yang ada dengan sebaik-baiknya sehingga usaha dan
kegiatan pembangunan dapat dikembangkan dan dilancarkan ke berbagai wilayah
terutama kota besar.
Pemerintah dapat memegang peranan langsung maupun tidak
langsung dalam memajukan wiraswasta. Land reform misalnya, merupakan dorongan
bagi petani untuk bekerja lebih efisen, sebab dengan tanah senpit yang
dimilikinya petani akan menggunakan tanah tersebut dengan sebaik-baiknya.
DAFTAR PUSTAKA
H. Rahardjo Adisasmita, 2005. Dasar-dasar ekonomi wilayah. Graha ilmu: Yogyakarta.
Menumbuhkan
Petani Muda Wirausaha _ Syamsu Hilal.htm.
Peran wiraswasta dalam pembangunan _
Bang Ali Wear.htm.
Teknologi dan fungsi wiraswasta (makalah ekonomi
pembangunan)) _ Kurniawan
Budi Raharjo.htm.